BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Adat-istiadat merupakan kebiasaan
atau kesukaan masyarakat setempat ketika melaksanakan pesta, berkesenian,
hiburan, berpakaian, olah raga, dsb.
Kebudayaan yaitu sistem pengetahuan
yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
2.2 Adat Istiadat bayi baru lahir dari Kab. Klaten
1. Upacara “Mendhem Ari-ari”
Ari-ari
atau plasenta disebut juga dengan aruman atau embing-embing atau mbingmbing.
Bagi orang Jawa, ada kepercayaan bahwa ari-ari merupakan saudara bayi tersebut
oleh karena itu ari-ari dirawat dan dijaga sebaik mungkin, misalnya di tempat
penanaman ari-ari tersebut diletakkan lampu sebagai penerangan. Artinya, lampu
tersebut merupakan simbol pepadhang bagi bayi. Pemagaran di sekitar
tempat penanaman ari-ari dan menutup bagian atas pagar juga dilakukan agar
tidak kehujanan dan binatang tidak masuk ke tempat itu.
2.
Tata Cara / Adat
Ari-ari
setelah dicuci bersih dimasukkan ke dalam periuk yang terbuat dari tanah
(kendhil). Di beberapa tempat, periuk dari tanah ini dapat diganti dengan
tempurung kelapa dan tabonan kelapa. Sebelumnya kendhil diberi alas daun senthe
yang di atasnya diletakkan beberapa barang yang merupakan syarat.
è Syarat yang dimaksud di
beberapa daerah berlainan jenisnya, yaitu:
kembang boreh, lenga wangi, kunir
bekas alas untuk memotong usus, welat (pisau yang terbuat dari potongan bambu
tipis) yang dipakai untuk memotong usus, garam, jarum, benang, gereh pethek,
gantal dua kenyoh, kemiri gepak jendhul, tulisan huruf Jawa (ha na ca ra ka,
...), tulisan huruf Arab, tulisan huruf latin (a, b, c, ...), dan uang
sagobang; biji kemiri gepak jendhul, jarum, gereh, beras merah, kunyit, garam,
dan kertas tulisan Arab,pensil,
buku, kertas tulisan Arab, tulisan Jawa, dan tulisan latin. Selain itu, bagi
bayi perempuan ke dalam kendhil dimasukkan juga empon-empon seperti temu ireng,
kunir, dlingo bengle, bawang merah, bawang putih, benang, dan jarum. Bagi bayi
laki-laki, dimasukkan juga uang logam Rp 100,00 .
Setelah beberapa syarat
itu dimasukkan disusul kemudian dengan ari-ari, kendhil ditutup dengan lemper
yang masih baru lalu dibungkus dengan kain mori yang juga masih baru. Pelaku
atau orang yang menanam ari-ari haruslah ayah kandung si bayi dengan mengenakan
pakaian tradisi lengkap, yaitu: bebedan dan mengenakan blangkon.
Kendhil berisi ari-ari digendhong dan dibawanya ke tempat penguburan dengan
dipayungi. Timbunan tanah untuk mengubur ari-ari dipagari dan di atasnya ditaburi
kembang setaman (bunga mawar, melati, dan kenanga). Di atasnya dipasang lampu
yang dinyalakan setiap malam selama selapan (35 hari). Tempat penguburan
ari-ari ini biasanya terletak di samping kanan pintu masuk.
2.3 Aspek Budaya Bayi baru
lahir dari Nanggroe Aceh Darussalam
Masyarakat Aceh memiliki adat tersendiri dalam memperlakukan anak yang
baru lahir. Adat peucicap dan peutron bak tanoh salah satunya. Adat peucicap
ini biasanya dilakukan pada hari ketujuh bayi lahir, yang disertai dengan cuko
ok (cukur rambut) dan pemberian nama terhadap si bayi. Acara peucicap dilakukan
dengan cara mengoles madu pada bibir bayi disertai dengan doa dan pengharapan
dengan kata-kata agar si bayi kelak tumbuh menjadi anak yang saleh, berbakti
kepada kedua orang tua, agama, nusa dan bangsa.
Selama 44 hari sejak lahir, ibu bayi banyak menjalani
pantangan-pantangan. Ia harus tetap berada di kamarnya, tidak boleh
berjalan-jalan apalagi keluar rumah. Tidak boleh minum yang banyak, nasi yang
dimakan juga tanpa gulai dan lauk pauk. Begitu juga dengan makanan yang
peda-pedas sangat dilarang. Selama pantangan tersebut ibu bayi selalu
dihangatkan dengan bara api yang terus menerus di samping atau dibawah ranjang
tidurnya. Masa pantangan inu disebut madeung. Untuk menjaga badan dan perut si
ibu yang baru melahirkan tidak melar dan agar tetap langsing, dilakukan cara
tradisonal yakni dengan toet bateei (memanasi batu). Batu dibakar lalu di balut
dengan kain dan diletakkan di perut wanita yang baru melahirkan. Rasa hangat
atau panas dari batu tersebut akan membakar lemak sehingga tubuh wanita yang
baru melahirkan tersebut setelah menjalani masa pantangan akan tetap langsing.
Setelah masa madeung selesai, ibu bayi akan dimandikan oleh bidan yang
merawatnya dengan air yang dicampur irisan boh kruet (limau perut). Acara mandi
ini disebut manoe peu ploh peut, yang bermakna mandi setelah 44 hari menjalani
masa madeueng. Pada hari ini mertuanya akan datang membawakan nasi pulut
kuning, ayam panggang, dan bahan-bahan untuk peusijuek ro darah (keluar darah)
menantunya pada saat melahirkan.
Setelah upacara itu selesai, kepada bidan yang merawat ibu hamil tersebut
diberikan hadiah berupa: pakaian satu salin, uang ala kadar, uang penebus
cincin suasa, beras dua bambu, padi dua bambu, pulut kuning, ayam panggang, dan
seekor ayam hidup. Setelah itu selesaikan kewajiban bidan dan tanggung jawab
terhadap ibu hamil tersebut.
Setelah masa 44 hari ibunya menjalani madeueng, bayi akan diturunkan
untuk menginjang tanah pertama kalinya. Prosesi adat ini disebut peutron bak
tanoh. Ada juga yang melakukannya dengan mengadakan pesta besar-besaran untuk,
apalagi pada kelahiran anak pertama. Pada upacara adat ini bayi digendong oleh
seseorang yang terpandang, baik perangai maupun budi pekertinya. Orang yang
mengendongnya memakai pakaian yang bagus-bagus. Waktu bayi diturunkan dari
tangga dipayungi dengan selembar kain yang dipegang oleh empat orang pada
setiap sisi kain. Di atas kain tersebut dibelah kelapa agar bayi menjadi
pemberani. Suara saat batok kelapa dibelah ditamsilkan sebagai suara petir, si
bayi nantinya tidak takut terhadap petir dan berbagai tantangan hidup lainnya.
Ia akan menjadi seorang anak yang ceubeh dan beuhe (gagah berani).
Belahan kelapada tadi sebelah akan dilemparkan ke arah para wali si bayi,
sebelah lagi kepada karong. Wali merupakan saudara dari pihak ayah si bayi,
sedangkan karong saudara dari pihak ibu. Setelah itu salah seorang anggota
keluarga bergegas menyapu halaman dan yang lain menampi beras bila bayi yang diturunkan
ke tanah perempuan. Sedangkan bila bayi laki-laki, keluarga tadi akan
mencangkul tanah, mencencang batang pisang atau batang tebu. Perlakuan ini
sebagai maksud agar si bayi kelak menjadi anak yang rajin dan giat berusaha.
Setelah itu bayi akan di jejakkan ke tanah, kakinya menyentuh tanah untuk
pertama kali, lalu digendong dibawa berkeliling rumah atau mesjid. Setelah itu
baru dibawa pulang kembali ke rumah.
2.4
Aspek Budaya Bayi baru lahir dari Kab.
Kuantan Sengingi Propinsi Riau
Tradisi turun mandi (Budaya Kuansing)
Pangean adalah suatu kecamatan yang berada
di wilayah Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau. Pada awal era otonomi
daerah, Pangean merupakan sebuah kecamatan hasil pemekaran dari Kecamatan
Kuantan Hilir. Seiring dengan perkembangan zaman dan perjalanan waktu Pangean
menjadi kecamatan dianggap layak untuk menjadi sebuah kecamatan yang definitif
dan berhak menyelenggarakan pemerintahannya sendiri.
Satu hal yang tak bisa dipisahkan
dengan Pangean adalah “Silat Pangean”.
Silat pangean merupakan sebuah seni bela diri yang lahir dan dipopulerkan
secara turun temurun oleh guru-guru besar silat pangean (yang biasa dikenal
dengan Induak Barompek) zaman dahulu, seni beladiri yang dikenal dengan
gerakannya yang lembut dan gemulai namun menyimpan akibat yang mematikan. Ini
telah tersohor keseantero pelosok negeri baik didalam maupun diluar Propinsi
Riau. Ini menjadikan silat pangean menjadi sebuah seni beladiri yang sangat
diminati untuk dipelajari oleh pemuda-pemuda yang berasal dari Pangean itu
sendiri maupun yang berasal dari luar Pangean. Sebelum mendapatkan pelajaran
pertama dari seni bela diri silat pangean ini terlebih dahulu calon murid harus
mengikuti suatu seremoni yang biasa dikenal dengan “Maracik Limau”. Secara umum silat pangean dapat dikelompokkan atas
:
1. Silek Tangan (silat tangan kosong)
2. Silek Podang (silat dengan menggunakan senjata pedang)
3. Silek Parisai (silat yang menggunakan senjata pedang dan
perisai).
Disamping itu Pangean juga dikenal
dengan makanan tradisionalnya yang mengundang selera. Sebut saja Lopek luo dan Lopek
jantan (semacam nagasari), Puluik kucuang (ketan yang dibungkus
dengan daun pisang), Lomang (ketan yang dimasak didalam bambu), plus
Cangkuak durian (durian yang diasamkan), Puti Mandi, dan Sarang Panyongek.
serta banyak lagi makanan khas dari Pangean ini.
Makanan tradisionalà
Tradisi turun mandi atau dalam bahasa lain disebut “bacungak” ini sudah menjadi
sebuah tradisi yang turun temurun dan bahkan sudah ratusan tahun yang lalu yang
dilakukan kepada bayi yang baru lahir. Tujuan dari turun mandi atau bacungak
ini untuk “meresmikan” si bayi ini dan ibu bayi ini untuk bisa mandi ke sungai
dan keluar rumah dengan “bebas” yang sebelumnya karena bayi masih kecil dan
ibunya masih dalam proses pemulihan tidak diperbolehkan keluar rumah ataupun
pergi mandi ke sungai.
Sebelum sang bayi ini dimandikan oleh dukun beranak (yang
istilahnya dukun kampung) ada banyak hal yang mesti dipersiapkan dan
diperhitungkan, pertama adalah hari
pelaksanaan turun mandi, jika bayi laki-laki maka acara turun mandi
dilaksanakan pada hari ganjil yaitu hari Ke 9, 11, 13, 15 dan 17 dari hari
kelahiran sang bayi dan jika bayinya perempuan maka hari turun mandinya adalah
hari ke 6, 8, 10, 12, 14 dan 16. penentuan hari pelaksanaan tersebut tergantung
kepada kesiapan dan tali pusat sang bayi sudah lepas.
Sehari sebelum pelaksanaan prosesi turun mandi tersebut
hal-hal yang mesti dipersiapkan oleh tuan rumah (orang tua sang bayi) berupa Karambial
Satali (2 buah kelapa yang belum dikupas kulitnya dan diambil sedikit
kulitnya dan diikat satu sama lain), sakampial bore (beras yang
dimasukkan kedalam kantong yang terbuat dari daun pandan kering), satu ekor ayam
toge (maksudnya disini adalah bukan sejenis makanan, tetapi seekor ayam
kampung yang beratnya sekitar 7-9 ons), limau mandi (buah jeruk purut
yang direbus bersama dengan akar bunga siak-siak, sejenis bunga hutan yang
mempunya akar yang wangi), katupek (ketupat yang terbuat dari beras
pulut), satu buah cermin kecil, sisir, bedak dan minyak kelapa.
Setelah semua bahan dipersiapkan maka sang dukun bayi
memulai prosesi turun mandi yang dimulai dengan memberikan/memasang colak
(colak terbuat dari ramuan arang kayu dan jaring laba-laba yang berwarna hitam
pekat) kepada bayi yang telah dia persiapkan sebelumnya dari rumah dengan
menggunakan kuas bulu ayam, ini dipasang ke alis mata sang bayi dengan
disertai mantera-mantera. Limau mandi, katupek, cermin kecil,
sisir, bedak, minyak kelapa dimasukkan kedalam sebuah nampan besar yang biasa
disebut talam, yang biasanya dikenal dengan sebutan bintang limau.
bayi di dandaninà
Setelah itu sang bayi dan ibunya dibawa keluar rumah menuju
sungai Batang Kuantan /tempat pemandian, sang dukun yang menggendong bayi
tersebut menggunakan payung dan memegang parasopan (puntung kayu bakar)
yang diiringi dengan rarak calempong, bayi ini terlebih dahulu dibawa
bersilat di halaman rumah oleh sang dukun sebelum menuju sungai dan diringi
dengan membawa bintang limau dan ayam toge.
Sang bayi dimandikan à
Sesampainya di tepian sungai, sang dukun bayi memulai
prosesi turun mandi ini dengan beragam cara dan makna yang luas, diantaranya
adalah sebelum mandi ke sungai sang bayi ini dipasangkan colak yang
terbuat dari ramuan arang kayu dan sarang laba-laba, sarang laba-laba mempunyai
makna kelak sang bayi ini sudah dewasa ia akan sama seperti laba-laba yang
rajin mencari nafkah, mendudukan bayi diatas ayam, ini melambangkan kendaraan
bagi sang bayi kelak, artinya sang bayi ini jika sudah dewasa akan mencari nafkah,
menghanyutkan bara kayu ke sungai mempunyai makna melepaskan segala beban
ataupun masalah terhadap bayi ini, menghadapkan sang bayi ke cermin setelah
dibedaki ini mempunyai makna kelak dia akan memperhatikan penampilannya (lai
manggaya), setelah selesai mandi balimau, ketupat yang ada
didalam bintang limau tadi diperebutkan oleh para penonton yang bermakna
ketupat ini adalah pemberian/sedekah dari bayi kepada orang lain dan ada juga
yang menyebutkan kalau kelak nanti setelah dewasa dia akan menjadi primadona /
rebutan oleh wanita jika bayi laki-laki dan sebaliknya.
Bayi
duduk diatas ayamà
Sesampainya dirumah sang bayi dimasukkan kedalam ayunan yang
terlebih dahulu dibuat dengan menggunakan kain sarung yang juga dibawahnya
diletakkan parasopan (asap yang ditimbulkan oleh sabut kepala yang
dibakar) dengan diiringi menbaca doa oleh dukun bayi. Setelah hitungan ayunan
dinilai tepat oleh sang dukun maka sang bayi ini ditidurkan di tempat tidurnya,
ini menandakan prosesi turun mandi bagi sang bayi telah selesai.
Bayi di ayunan à
Acara selanjutnya adalah makan bersama, ibu bayi dan seluruh
keluarga serta para undangan makan bersama, yang menarik disini adalah ibu sang
bayi dipersilahkan untuk memilih makanan apa saja yang ia sukai, setelah
diletakkan dipiring maka sang dukun bayi membacakan sesuatu dan sang ibu bayi
boleh makan sepuasnya tanpa harus memperhatikan pantangan yang sebelumnya
memang sangat ketat bagi ibu bayi ini, tapi jangan coba untuk makan semaunya
jika belum ditawari oleh dukun bayi .
Jika acara turun mandi ini dilakukan dengan meriah, maka tak
ketinggalan sisampek yang sebelumnya dibuat oleh bako dari keluarga
bapak sang bayi ini diperebutkan, acara ini sangat dinanti-nanti oleh anak-anak
dan pengunjung lainnya karena selain seru mereka memperebutkan makanan yang
digantungkan di sisampek tersebut.
Sisampek
adalah terbuat dari rangka bambu
atau batang pisang yang dihiasi dengan bunga-bunga yang ditusuk dengan lidi
daun kelapa yang diselipkan dengan kue-kue dan penganan kecil. Bermacam model
sisampek dibuat, ada yang berbentuk kapal, pesawat terbang dan lain-lain.
Setelah rentetan acara selesai maka sang dukun bayi pulang
dengan membawa 1 rantang makanan, ayam toge dan karambial satali. Demikian
sedikit informasi tentang prosesi turun mandi ini yang saya sampaikan. Semoga
dapat menambah pengetahuan para pembaca terhadap kebudayaan asli daerah Pangean
ini. Terima kasih . J
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Adat-istiadat
merupakan kebiasaan atau kesukaan masyarakat setempat ketika melaksanakan
pesta, berkesenian, hiburan, berpakaian, olah raga, dsb. Sedangkan kebudayaan
yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat
dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu
bersifat abstrak.
Beberapa
adat istiadat dan budaya di kabupaten Klaten diantaranya upacara mendhem
ari-ari. Budaya aceh adat peucicap dan peutron bak tanoh ,
dan budaya riau tradisi turun mandi untuk bayi yang baru lahir .
3.2 Saran
Sebagai
tenaga kesehatan yang langsung terjun ke masyarakat hendaknya kita
memperhatikan adat istiadat dan budaya yang berkembang di sekitar kita. Hal ini
bermanfaat bagi bidan untuk melakukan pendekatan .