Selasa, 06 Desember 2011

KEBUDAYAAN BAYI BARU LAHIR


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian
Adat-istiadat merupakan kebiasaan atau kesukaan masyarakat setempat ketika melaksanakan pesta, berkesenian, hiburan, berpakaian, olah raga, dsb.
Kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

2.2  Adat Istiadat bayi baru lahir dari Kab. Klaten
1.       UpacaraMendhem Ari-ari”
Ari-ari atau plasenta disebut juga dengan aruman atau embing-embing atau mbingmbing. Bagi orang Jawa, ada kepercayaan bahwa ari-ari merupakan saudara bayi tersebut oleh karena itu ari-ari dirawat dan dijaga sebaik mungkin, misalnya di tempat penanaman ari-ari tersebut diletakkan lampu sebagai penerangan. Artinya, lampu tersebut merupakan simbol pepadhang bagi bayi. Pemagaran di sekitar tempat penanaman ari-ari dan menutup bagian atas pagar juga dilakukan agar tidak kehujanan dan binatang tidak masuk ke tempat itu.
2.      Tata Cara / Adat
Ari-ari setelah dicuci bersih dimasukkan ke dalam periuk yang terbuat dari tanah (kendhil). Di beberapa tempat, periuk dari tanah ini dapat diganti dengan tempurung kelapa dan tabonan kelapa. Sebelumnya kendhil diberi alas daun senthe yang di atasnya diletakkan beberapa barang yang merupakan syarat.
è Syarat yang dimaksud di beberapa daerah berlainan jenisnya, yaitu:
kembang boreh, lenga wangi, kunir bekas alas untuk memotong usus, welat (pisau yang terbuat dari potongan bambu tipis) yang dipakai untuk memotong usus, garam, jarum, benang, gereh pethek, gantal dua kenyoh, kemiri gepak jendhul, tulisan huruf Jawa (ha na ca ra ka, ...), tulisan huruf Arab, tulisan huruf latin (a, b, c, ...), dan uang sagobang; biji kemiri gepak jendhul, jarum, gereh, beras merah, kunyit, garam, dan kertas tulisan Arab,pensil, buku, kertas tulisan Arab, tulisan Jawa, dan tulisan latin. Selain itu, bagi bayi perempuan ke dalam kendhil dimasukkan juga empon-empon seperti temu ireng, kunir, dlingo bengle, bawang merah, bawang putih, benang, dan jarum. Bagi bayi laki-laki, dimasukkan juga uang logam Rp 100,00 .

Setelah beberapa syarat itu dimasukkan disusul kemudian dengan ari-ari, kendhil ditutup dengan lemper yang masih baru lalu dibungkus dengan kain mori yang juga masih baru. Pelaku atau orang yang menanam ari-ari haruslah ayah kandung si bayi dengan mengenakan pakaian tradisi lengkap, yaitu: bebedan dan mengenakan blangkon. Kendhil berisi ari-ari digendhong dan dibawanya ke tempat penguburan dengan dipayungi. Timbunan tanah untuk mengubur ari-ari dipagari dan di atasnya ditaburi kembang setaman (bunga mawar, melati, dan kenanga). Di atasnya dipasang lampu yang dinyalakan setiap malam selama selapan (35 hari). Tempat penguburan ari-ari ini biasanya terletak di samping kanan pintu masuk.

2.3  Aspek Budaya Bayi baru lahir dari Nanggroe Aceh Darussalam
Masyarakat Aceh memiliki adat tersendiri dalam memperlakukan anak yang baru lahir. Adat peucicap dan peutron bak tanoh salah satunya. Adat peucicap ini biasanya dilakukan pada hari ketujuh bayi lahir, yang disertai dengan cuko ok (cukur rambut) dan pemberian nama terhadap si bayi. Acara peucicap dilakukan dengan cara mengoles madu pada bibir bayi disertai dengan doa dan pengharapan dengan kata-kata agar si bayi kelak tumbuh menjadi anak yang saleh, berbakti kepada kedua orang tua, agama, nusa dan bangsa.

Selama 44 hari sejak lahir, ibu bayi banyak menjalani pantangan-pantangan. Ia harus tetap berada di kamarnya, tidak boleh berjalan-jalan apalagi keluar rumah. Tidak boleh minum yang banyak, nasi yang dimakan juga tanpa gulai dan lauk pauk. Begitu juga dengan makanan yang peda-pedas sangat dilarang. Selama pantangan tersebut ibu bayi selalu dihangatkan dengan bara api yang terus menerus di samping atau dibawah ranjang tidurnya. Masa pantangan inu disebut madeung. Untuk menjaga badan dan perut si ibu yang baru melahirkan tidak melar dan agar tetap langsing, dilakukan cara tradisonal yakni dengan toet bateei (memanasi batu). Batu dibakar lalu di balut dengan kain dan diletakkan di perut wanita yang baru melahirkan. Rasa hangat atau panas dari batu tersebut akan membakar lemak sehingga tubuh wanita yang baru melahirkan tersebut setelah menjalani masa pantangan akan tetap langsing.
 
Setelah masa madeung selesai, ibu bayi akan dimandikan oleh bidan yang merawatnya dengan air yang dicampur irisan boh kruet (limau perut). Acara mandi ini disebut manoe peu ploh peut, yang bermakna mandi setelah 44 hari menjalani masa madeueng. Pada hari ini mertuanya akan datang membawakan nasi pulut kuning, ayam panggang, dan bahan-bahan untuk peusijuek ro darah (keluar darah) menantunya pada saat melahirkan.
 
Setelah upacara itu selesai, kepada bidan yang merawat ibu hamil tersebut diberikan hadiah berupa: pakaian satu salin, uang ala kadar, uang penebus cincin suasa, beras dua bambu, padi dua bambu, pulut kuning, ayam panggang, dan seekor ayam hidup. Setelah itu selesaikan kewajiban bidan dan tanggung jawab terhadap ibu hamil tersebut.
Setelah masa 44 hari ibunya menjalani madeueng, bayi akan diturunkan untuk menginjang tanah pertama kalinya. Prosesi adat ini disebut peutron bak tanoh. Ada juga yang melakukannya dengan mengadakan pesta besar-besaran untuk, apalagi pada kelahiran anak pertama. Pada upacara adat ini bayi digendong oleh seseorang yang terpandang, baik perangai maupun budi pekertinya. Orang yang mengendongnya memakai pakaian yang bagus-bagus. Waktu bayi diturunkan dari tangga dipayungi dengan selembar kain yang dipegang oleh empat orang pada setiap sisi kain. Di atas kain tersebut dibelah kelapa agar bayi menjadi pemberani. Suara saat batok kelapa dibelah ditamsilkan sebagai suara petir, si bayi nantinya tidak takut terhadap petir dan berbagai tantangan hidup lainnya. Ia akan menjadi seorang anak yang ceubeh dan beuhe (gagah berani).
Belahan kelapada tadi sebelah akan dilemparkan ke arah para wali si bayi, sebelah lagi kepada karong. Wali merupakan saudara dari pihak ayah si bayi, sedangkan karong saudara dari pihak ibu. Setelah itu salah seorang anggota keluarga bergegas menyapu halaman dan yang lain menampi beras bila bayi yang diturunkan ke tanah perempuan. Sedangkan bila bayi laki-laki, keluarga tadi akan mencangkul tanah, mencencang batang pisang atau batang tebu. Perlakuan ini sebagai maksud agar si bayi kelak menjadi anak yang rajin dan giat berusaha. Setelah itu bayi akan di jejakkan ke tanah, kakinya menyentuh tanah untuk pertama kali, lalu digendong dibawa berkeliling rumah atau mesjid. Setelah itu baru dibawa pulang kembali ke rumah.

2.4    Aspek Budaya Bayi baru lahir dari Kab. Kuantan Sengingi Propinsi Riau
Tradisi turun mandi (Budaya Kuansing)
Pangean adalah suatu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau. Pada awal era otonomi daerah, Pangean merupakan sebuah kecamatan hasil pemekaran dari Kecamatan Kuantan Hilir. Seiring dengan perkembangan zaman dan perjalanan waktu Pangean menjadi kecamatan dianggap layak untuk menjadi sebuah kecamatan yang definitif dan berhak menyelenggarakan pemerintahannya sendiri.
Satu hal yang tak bisa dipisahkan dengan Pangean adalah “Silat Pangean”. Silat pangean merupakan sebuah seni bela diri yang lahir dan dipopulerkan secara turun temurun oleh guru-guru besar silat pangean (yang biasa dikenal dengan Induak Barompek) zaman dahulu, seni beladiri yang dikenal dengan gerakannya yang lembut dan gemulai namun menyimpan akibat yang mematikan. Ini telah tersohor keseantero pelosok negeri baik didalam maupun diluar Propinsi Riau. Ini menjadikan silat pangean menjadi sebuah seni beladiri yang sangat diminati untuk dipelajari oleh pemuda-pemuda yang berasal dari Pangean itu sendiri maupun yang berasal dari luar Pangean. Sebelum mendapatkan pelajaran pertama dari seni bela diri silat pangean ini terlebih dahulu calon murid harus mengikuti suatu seremoni yang biasa dikenal dengan “Maracik Limau”. Secara umum silat pangean dapat dikelompokkan atas :
1. Silek Tangan (silat tangan kosong)
2. Silek Podang (silat dengan menggunakan senjata pedang)
3. Silek Parisai (silat yang menggunakan senjata pedang dan perisai).
Disamping itu Pangean juga dikenal dengan makanan tradisionalnya yang mengundang     selera. Sebut saja Lopek luo dan Lopek jantan (semacam nagasari), Puluik kucuang (ketan yang dibungkus dengan daun pisang), Lomang (ketan yang dimasak didalam bambu), plus Cangkuak durian (durian yang diasamkan), Puti Mandi, dan Sarang Panyongek. serta banyak lagi makanan bintang limau.jpgkhas dari Pangean ini.


Makanan tradisionalà

Tradisi turun mandi atau dalam bahasa lain disebut bacungakini sudah menjadi sebuah tradisi yang turun temurun dan bahkan sudah ratusan tahun yang lalu yang dilakukan kepada bayi yang baru lahir. Tujuan dari turun mandi atau bacungak ini untuk “meresmikan” si bayi ini dan ibu bayi ini untuk bisa mandi ke sungai dan keluar rumah dengan “bebas” yang sebelumnya karena bayi masih kecil dan ibunya masih dalam proses pemulihan tidak diperbolehkan keluar rumah ataupun pergi mandi ke sungai.
Sebelum sang bayi ini dimandikan oleh dukun beranak (yang istilahnya dukun kampung) ada banyak hal yang mesti dipersiapkan dan diperhitungkan, pertama adalah hari pelaksanaan turun mandi, jika bayi laki-laki maka acara turun mandi dilaksanakan pada hari ganjil yaitu hari Ke 9, 11, 13, 15 dan 17 dari hari kelahiran sang bayi dan jika bayinya perempuan maka hari turun mandinya adalah hari ke 6, 8, 10, 12, 14 dan 16. penentuan hari pelaksanaan tersebut tergantung kepada kesiapan dan tali pusat sang bayi sudah lepas.
Sehari sebelum pelaksanaan prosesi turun mandi tersebut hal-hal yang mesti dipersiapkan oleh tuan rumah (orang tua sang bayi) berupa Karambial Satali (2 buah kelapa yang belum dikupas kulitnya dan diambil sedikit kulitnya dan diikat satu sama lain), sakampial bore (beras yang dimasukkan kedalam kantong yang terbuat dari daun pandan kering), satu ekor ayam toge (maksudnya disini adalah bukan sejenis makanan, tetapi seekor ayam kampung yang beratnya sekitar 7-9 ons), limau mandi (buah jeruk purut yang direbus bersama dengan akar bunga siak-siak, sejenis bunga hutan yang mempunya akar yang wangi), katupek (ketupat yang terbuat dari beras pulut), satu buah cermin kecil, sisir, bedak dan minyak kelapa.
Setelah semua bahan dipersiapkan maka sang dukun bayi memulai prosesi turun mandi yang dimulai dengan memberikan/memasang colak (colak terbuat dari ramuan arang kayu dan jaring laba-laba yang berwarna hitam pekat) kepada bayi yang telah dia persiapkan sebelumnya dari rumah dengan menggunakan kuas bulu ayam, ini dipasang ke alis mata sang bayi dengan disertai mantera-mantera. Limau mandi, katupek, cermin kecil, sisir, bedak, minyak kelapa dimasukkan kedalam sebuah nampan besar yang biasa disebut talam, yang biasanya dikenal colakdengan sebutan bintang limau.

bayi di dandaninà



Setelah itu sang bayi dan ibunya dibawa keluar rumah menuju sungai Batang Kuantan /tempat pemandian, sang dukun yang menggendong bayi tersebut menggunakan payung dan memegang parasopan (puntung kayu bakar) yang diiringi dengan rarak calempong, bayi ini terlebih dahulu dibawa bersilat di halaman rumah oleh sang dukun sebelum menuju sungai dan diringi dengan membawa bintang limau dan ayam toge.
mandi
Sang bayi dimandikan à
Sesampainya di tepian sungai, sang dukun bayi memulai prosesi turun mandi ini dengan beragam cara dan makna yang luas, diantaranya adalah sebelum mandi ke sungai sang bayi ini dipasangkan colak yang terbuat dari ramuan arang kayu dan sarang laba-laba, sarang laba-laba mempunyai makna kelak sang bayi ini sudah dewasa ia akan sama seperti laba-laba yang rajin mencari nafkah, mendudukan bayi diatas ayam, ini melambangkan kendaraan bagi sang bayi kelak, artinya sang bayi ini jika sudah dewasa akan mencari nafkah, menghanyutkan bara kayu ke sungai mempunyai makna melepaskan segala beban ataupun masalah terhadap bayi ini, menghadapkan sang bayi ke cermin setelah dibedaki ini mempunyai makna kelak dia akan memperhatikan penampilannya (lai manggaya), setelah selesai mandi balimau, ketupat yang ada didalam bintang limau tadi diperebutkan oleh para penonton yang bermakna ketupat ini adalah pemberian/sedekah dari bayi kepada orang lain dan ada juga yang menyebutkan kalau kelak nanti setelah dewasa dia akan menjadi primadona / rebutan oleh wanita jika bayi laki-laki  diatas ayamdan sebaliknya.

Bayi duduk diatas ayamà


Sesampainya dirumah sang bayi dimasukkan kedalam ayunan yang terlebih dahulu dibuat dengan menggunakan kain sarung yang juga dibawahnya diletakkan parasopan (asap yang ditimbulkan oleh sabut kepala yang dibakar) dengan diiringi menbaca doa oleh dukun bayi. Setelah hitungan ayunan dinilai tepat oleh sang dukun maka sang bayi ini ditidurkan di tempat tidurnya, ini menandakan prosesi turun dalam ayunanmandi bagi sang bayi telah selesai.

Bayi di ayunan à

Acara selanjutnya adalah makan bersama, ibu bayi dan seluruh keluarga serta para undangan makan bersama, yang menarik disini adalah ibu sang bayi dipersilahkan untuk memilih makanan apa saja yang ia sukai, setelah diletakkan dipiring maka sang dukun bayi membacakan sesuatu dan sang ibu bayi boleh makan sepuasnya tanpa harus memperhatikan pantangan yang sebelumnya memang sangat ketat bagi ibu bayi ini, tapi jangan coba untuk makan semaunya jika belum ditawari oleh dukun bayi .
Jika acara turun mandi ini dilakukan dengan meriah, maka tak ketinggalan sisampek yang sebelumnya dibuat oleh bako dari keluarga bapak sang bayi ini diperebutkan, acara ini sangat dinanti-nanti oleh anak-anak dan pengunjung lainnya karena selain seru mereka memperebutkan makanan yang digantungkan di sisampek tersebut.
Sisampek adalah terbuat dari rangka bambu atau batang pisang yang dihiasi dengan bunga-bunga yang ditusuk dengan lidi daun kelapa yang diselipkan dengan kue-kue dan penganan kecil. Bermacam model sisampek dibuat, ada yang berbentuk kapal, pesawat terbang dan lain-lain.
Setelah rentetan acara selesai maka sang dukun bayi pulang dengan membawa 1 rantang makanan, ayam toge dan karambial satali. Demikian sedikit informasi tentang prosesi turun mandi ini yang saya sampaikan. Semoga dapat menambah pengetahuan para pembaca terhadap kebudayaan asli daerah Pangean ini. Terima kasih . J











BAB III
PENUTUP


3.1  Kesimpulan
Adat-istiadat merupakan kebiasaan atau kesukaan masyarakat setempat ketika melaksanakan pesta, berkesenian, hiburan, berpakaian, olah raga, dsb. Sedangkan kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Beberapa adat istiadat dan budaya di kabupaten Klaten diantaranya upacara mendhem ari-ari. Budaya aceh adat peucicap dan peutron bak tanoh , dan budaya riau tradisi turun mandi untuk bayi yang baru lahir .

3.2  Saran
Sebagai tenaga kesehatan yang langsung terjun ke masyarakat hendaknya kita memperhatikan adat istiadat dan budaya yang berkembang di sekitar kita. Hal ini bermanfaat bagi bidan untuk melakukan pendekatan .